Selasa, 26 Oktober 2010

"JENTRENG" RAMPAK KECAPI DARI CIJAURA

     Kerlap kerlip lampu panggung menandai dimulainya pertunjukkan. Puluhan hadirin di dalam gedung itu pun sontak bersuara lagi. Mereka bertepuk tangan menyambut dimulainya gelaran yang sempat ngaret sekitar 3 jam akibat pejabat pembuka acara telat datang.
     Itulah sekelumit kejadian pada Pasanggiri Rampak Kecapi tingkat Kota Bandung. Acara yang mengambil tempat di gedung Auditorium SMKN 10, Cijaura, Bandung, itu terselenggara atas kerjasama Yayasan Cangkurileung, Diparda Kota Bandung dan Keluarga Besar Karawitan Sunda.
     Berbeda dengan pasanggiri sejenis tingkat Jabar yang rutin dilaksanakan dua tahun sekali, inilah kali pertamanya pasanggiri setingkat Kota Bandung diadakan.
     Keterlambatan Kepala Dinas Pariwisata Kota Bandung, Drs HM Askary W MSi, pada hajatan pertama yang berlangsung Sabtu (9/9) itu sedikit mengganggu konsentrasi para peserta. Seperti tampak pada polah peserta pertama, kelompok Chandra Buana, saat bersiap-siap naik pentas. Di sudut kiri bawah panggung, mereka terlihat sibuk merapihkan kembali busana sunda modern yang dipakainya. Dari mulai sal kepala, selendang kerah sampai penataan kembali celana bertali agar terlihat rapih. Mereka juga menyempatkan diri saling meremas-remas kembali tangannya yang mulai kelu karena terlalu lama tak bergerak.
     Namun demikian, kelompok itu tak menunjukkan sedikit pun rasa kaku ketika pentas. Bahkan, seorang personilnya yang bernama Nita menjadi perhatian utama. Selain dia satu-satunya perempuan dari tujuh anggota Chandra Buana, Nita juga mampu menghanyutkan penonton ke dalam permainan kecapinya.
     Dengan memakai busana kebaya jenis mojang berwarna muda diiringi senyum di bibirnya yang tak pernah berhenti, jari-jari lentiknya memetik kadang mencubit lincah dawai-dawai kecapi. Bersama tiga rekannya pada kecapi, ditambah yang lainnya pada kendang, goong dan suling, siswi SMKI itu lancar dan apik memetik senar melodi dan bass kecapi pada dua lagu yang dia dan temannya mainkan.

     Yang pertama mereka mainkan lagu wajib "Bandung" (ciptaan Mang Koko) dengan mengambil pelog liwung sebagai larasnya. Sementara salendro madenda mereka pilih sebagai laras untuk berkreatifitas memainkan lagu pilihan yang berjudul "Es Lilin" (ciptaan Ibu Mursih).
     Bagi ketua panitia pasanggiri rampak kecapi se Kota Bandung, Engkos Warnika, kegiatan lomba diselenggarakan selain dalam upaya "ngamumule" seni budaya Sunda juga diniatkan sebagai ajang tempat kelahiran para pemetik kecapi Sunda yang handal.
"Sampai sekarang masih langka orang Bandung asli yang pintar dan terkenal karena bermain kecapi. Walaupun ada di Bandung, kebanyakan mereka (pemetik kecapi, red) asalnya dari luar daerah," katanya kepada Tribun.
     Lain lagi Tatang Benyamin Koswara, sesepuh yayasan Cangkurileung, Bandung. Dengan kegiatan pasanggiri seperti itu dia bahkan sangat berkeinginan untuk bisa menjadikan alat musik tradisional kecapi setenar gitar sebagai alat musik modern. "Kahoyong ka payun mah lahuta (keinginan ke depan sangat melambung, red). Kami ingin kegiatan ini bisa mendorong anak-anak dan pemuda mengandrungi kecapi seperti mereka menyukai gitar. Kasarnya, saat kumpul-kumpul tidak ada gitar, kecapi pun jadi mereka mainkan." 
      Hanya saja, kata Tatang, cita-cita itu sangat sulit tercapai bila tidak ada bantuan dari pemerintah daerah. Minimal bantuan promosi, ujar dia. Sebab seperti yang terjadi pada pegelaran kali ini, Tatang mengakui kurangnya antusias aparat pemerintah di tingkat kecamatan sangat mempengaruhi pada minimnya peserta lomba.
     "Selain memang baru pertamakali diadakan, kurangnya penerangan dan promosi aparat di tingkat kecamatan kepada warganya menyebabkan hanya tujuh saja peserta yang daftar. Itu pun tiga mengundurkan diri karena berhalangan hadir pada saat waktu tampil," jelasnya lagi. Sementara itu Drs Askary mengatakan akan mengupayakan agar pasanggiri rampak kecapi itu menjadi ajang tahunan yang rutin diadakan di Kota Kembang. Ini berkaitan erat dengan ikrar pemerintah kota yang akan menjadikan Bandung sebagai kota budaya pada 2008 mendatang.
      Ya, mudah-mudahan terlaksana, Pak, dan tidak terlambat sesuai rencana. (Rochmat Darodjat)

0 komentar:

Posting Komentar